Pemkab Tegal Salurkan 150 Paket Bahan Baku Batik untuk Pelaku IKM
SLAWI – Bupati Tegal Umi Azizah salurkan paket bantuan bahan baku pembuatan batik kepada 150 pelaku industri kecil menengah (IKM) batik yang tersebar di sembilan sentra industri batik di Kabupaten Tegal. Simbolis penyerahan bantuan diberikan kepada 50 orang perajin batik di Pendopo Rumah Dinas Bupati Tegal, Selasa (21/11/2023).
Lewat sambutannya Umi menyampaikan pesan agar pelaku IKM batik tidak menyerah di tengah persaingan dan serbuan tekstil impor. Sehingga kreativitas dan kemampuan perajin membuat motif, menggoreskan canting dan melakukan pewarnaan harus terus diasah, termasuk efisiensi proses produksinya untuk menghasilkan karya seni batik yang berdaya saing tinggi.
Umi pun meminta sesama pelaku IKM batik bisa saling menghargai karya pelaku usaha lainnya. Jangan sampai terjadi perang dagang, saling sikut dan menjatuhkan harga ataupun meniru motifnya untuk kemudian diproduksi dan dijual murah. Termasuk menyerahkan proses produksinya ke kota lain untuk menekan biaya dari sisi kain, obat batik ataupun ongkos buruhnya yang lebih murah.
“Upayakan seluruh proses produksinya ada di Kabupaten Tegal supaya rantai dan nilai tambahnya lebih banyak dinikmati warga kita sendiri,” katanya.
Di sini, pihaknya terus mendukung perkembangan industri batik Tegal sebagai warisan leluhur budaya bangsa, disamping industri batik memiliki peran besar bagi perekonomian nasional maupun daerah. Masyarakat juga perlu didorong untuk membudayakan kembali mengenakan batik tulis atapun cap sebagai wujud kehormatan pada kearifan lokal di berbagai kesempatan, baik acara resmi maupun kasual.
Pemahaman publik terhadap batik juga perlu diperkuat agar ada apresiasi yang lebih pada batik tulis ataupun cap. “Publik, khususnya generasi muda perlu dipahamkan bahwa batik cetak sesungguhnya bukanlah batik. Batik yang benar adalah batik tulis ataupun cap dengan lilin atau malam,” katanya.
Batik tulis dan cap merupakan karya seni kriya yang datang dari inspirasi isi kepala sang pembatik yang dituangkan lewat gerak tangannya ke sehelai kain, lalu diproses panjang oleh tenaga buruh di pewarnaan. Jadi, tidak ada proses membatik dalam “batik” cetak ataupun sablon.
Disadari bahwa harga batik tulis tergolong mahal dan produktivitasnya kalah jauh dibandingkan dengan yang cetak. Maka ini tantangan bagi pelaku IKM batik tulis, bagaimana karya produksinya bisa lebih terjangkau, semisal mengombinasikannya dengan cap.
Sementara di tengah isu lingkungan yang semakin menguat, tentunya juga harus ada upaya untuk menjadikan batik sebagai industri ramah lingkungan. Hal ini menurutnya bisa diupayakan melalui pengolahan limbah sisa lilin atau malam agar kegiatan membatik tidak lagi mencemari lingkungan.
“Kita tahu, proses membatik ini bisa sampai tujuh hingga delapan kali celup. Dan sisa air yang digunakan tentunya mengandung cairan kimia yang dapat mencemari air tanah ataupun sungai,” ujarnya.
Sehingga pihaknya berharap batik Tegal bisa di-branding atau dicitrakan sebagai batik ramah lingkungan. Di mulai dari memperbaiki teknologinya atau dengan memakai pewarna alam untuk membatik.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Tegal Riesky Trisbiantoro menyampaikan penyerahan fasilitasi bahan baku ini merupakan wujud dukungan Pemkab Tegal dalam membantu perajin batik meningkatkan produksinya pasca ditetapkannya Peraturan Bupati Tegal Nomor 52 Tahun 2023 yang mengatur pakaian dinas aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Tegal.
Adapun paket fasilitasi bahan baku batik ini masing-masing berupa dua lembar kain mori, dua liter pewarna, satu kilogram malam dan dua liter waterglass. Fasilitasi bahan baku tersebut diberikan kepada 150 perajin batik di sembilan sentra batik Tegal seperti di Desa Pasangan Kecamatan Talang, Desa Langgen Kecamatan Talang, Desa Bengle Kecamatan Talang, Desa Dukuhsalam Kecamatan Slawi, Desa Pengabean Kecamatan Dukuhturi, Desa Pangkah Kecamatan Pangkah, Desa Pagiyanten Kecamatan Adiwerna, Desa Sindang Kecamatan Dukuhwaru dan Desa Muncanglarang Kecamatan Bumijawa.
Bantuan juga diberikan untuk komunitas difabel yang memproduksi kain ciprat dari Desa Bogares Kidul, Desa Bulakpacing dan Desa Dukuhsalam. (Red2/Seni & Budaya)
Editor: Indah Setiawati