Pangeran Purbaya, Putra Sultan Agung saat Syiarkan Islam di Tegal

MASJID : Masjid Kalisoka adalah Masjid Kasepuhan Pangeran Purbaya yang berada di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal. Masjid tersebut dibangun oleh Pangeran Purbaya dalam waktu semalam. Memiliki nilai sejarah mengenai berdirinya wilayah Tegal.(BeeNews.id/ZuhudBudiaji)

TEGAL – Sebuah pesantren dahulu kala diyakini pernah berdiri di Desa Kalisoka, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pesantren inilah yang menjadi cikal bakal dan pusat penyebaran Islam di Tegal hingga daerah lain di sekitarnya. Tak jauh dari pesantren tersebut, terdapat sebuah masjid yang terbuat dari kayu jati. Kini keberadaan pesantren itu sudah tak berbekas.

Hanya bangunan masjid yang masih kokoh berdiri dengan beberapa bagian bangunan masih asli dan digunakan masyarakat setempat untuk beribadah. Di masjid inilah jejak Pangeran Purbaya, pendiri pesantren masih bisa dijumpai. Pangeran Purbaya adalah salah satu putra dari Sultan Agung, raja Mataram yang berpusat di Yogyakarta.

Pangeran Purbaya diyakini pernah hidup di Kalisoka untuk menyiarkan Islam hingga akhir hayatnya. Sosoknya juga dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki karomah atau kesaktian yang bersumber dari Allah SWT.

Di Kalisoka, Pangeran Purbaya mendirikan masjid dan pesantren untuk mendukung kegiatan syiarnya. Di masjid dan pesantrean itu rutin digelar pengajian untuk masyarakat. Keberadaan masjid dan pesantren ini membuat Desa Kalisoka juga dikenal dengan nama Kalisoka Pesantren.

Pangeran Purbaya wafat dan dimakamkan di Kalisoka. Kini, makamnya masih diziarahi puluhan ribu orang setiap malam Jumat kliwon untuk berdoa dan ngalap (minta) berkah. Para peziarah datang berbagai daerah di Tanah Air.

Juru kunci makam Pangeran Purbaya, Ahmad Agus Hasan Ali Sosrodiharjo (63) menjelaskan, kedatangan Pangeran Purbaya ke Kalisoka bermula ketika dia meyanggupi tantangan ayahnya untuk menangkap Pasingsingan, orang Budha dari Jawa Barat.

Raja Mataram mengeluarkan perintah penangkapan karena Pasingsingan dianggap mengganggu ketenteraman keraton.

“Pada saat itu di keraton, keluarga besar Mataram mau makan diganggu oleh Pasingsingan dari luar keraton dengan kesaktiannya. Semua makanan dibuat hilang. Kanjeng Sultan Agung marah besar,” tuturnya.

Lalu beliau mengumpulkan putra-putrinya dan bertanya siapa yang bisa menangkap Pasingsingan. Yang mengangkat tangan Pangeran Purbaya.

Masih berdasarkan versi cerita yang didengar Ahmad leluhurnya yang juga menjadi juru kunci, Pangeran Purbaya dengan nama samaran Ki Jadug Silarong kemudian berangkat ke arah utara untuk menangkap Pasingsingan dengan membawa dua batalion pasukan keraton.

Advertisements

Setelah melewati sejumlah daerah seperti Purworejo, Purbalingga, dan Purwokerto, Pangeran Purbaya akhirnya bertemu dengan Pasingsingan di sebuah tegalan yang kini masuk wilayah Kota Tegal.

Keduanya lalu bertarung dengan kesaktian yang dimiliki masing-masing hingga Pasingsingan kewalahan dan kabur ke arah selatan Tegal, ke sebuah daerah yang kini masuk wilayah Brebes.

Di daerah yang berupa pesawahan, Pasingsingan sujud dan minta maaf kepada Pangeran Purbaya. Pangeran Purbaya kemudian memaafkan. Sedangkan perjanjian dengan ayahnya, kalau tidak bisa menangkap Pasingsingan, Pangeran Purbaya tidak boleh kembali lagi ke keraton.

“Akhirnya Pangeran Purbaya jalan lagi ke utara, dan sampai di daerah yang sekarang bernama Kalisoka. Saat itu Kalisoka masih berupa hutan. Jadi Pangeran Purbaya babat alas,” katanya.

Ahmad menambahkan, Pangeran Purbaya memiliki istri yang merupakan anak dari Ki Gede Sebayu, sosok ulama yang dipercaya sebagai pendiri Kabupaten Tegal.

Sebelum bisa mempersunting putri Ki Gede Sebayu, Pangeran Purbaya lebih dulu harus mengikuti sayembara bersama 24 raja dari sejumlah daerah. Sayembaranya adalah merobohkan pohon jati di sebuah wilayah yang kini bernama Adiwerna.

“Sayembaranya merobohkan pohon jati tanpa alat. Tangan kosong. Ternyata yang 24 orang enggak mampu. Yang mampu hanya Pangeran Purbaya. Akhirnya Pangeran Purbaya dinikahkan dengan putri Ki Gede Sebayu, oleh Anggowono, putra Ki Gede Sebayu yang lain,” terangnya.

Menurut Ahmad, pohon jati yang berhasil dirobohkan dengan cara ditendang itu kemudian diminta Anggowono untuk dibawa Pangeran Purbaya ke Kalisoka dan kayunya digunakan untuk membangun masjid.

“Jadi masjid peninggalan Pangeran Purbaya terbuat dari jati yang digunakan dalam sayembara. Jati itu sangat besar. Tidak ada yang tahu bagaimana Pangeran Purbaya membawanya ke sini,” kata Ahmad yang sudah 17 tahun menjadi juru kunci ini.

Ahmad mengatakan, dalam proses pembangunan masjid, Pangeran Purbaya juga berhubungan dengan Wali Songo. Bahkan dia meyakini Pangeran Purbaya adalah wali kesembilan.

“Pangeran Purbaya itu wali yang kesembilan dengan nama Sayid Syekh Abdul Ghofar Assegaf,” ucapnya.

Selain makam Pangeran Purbaya, di dalam kompleks makam juga terdapat makam sejumlah keturunan dan murid Pangeran Purbaya dari Brebes, Tegal, dan Pemalang. Pangeran Purbaya sendiri memiliki enam anak, namun tidak seluruhnya terlacak jejaknya.

“Anak-anak Pangeran Purbaya bernama Ki Ageng Umar, Ramidin, Khanafi, Hasan Mukmin, Kiai Abdul Ghoni, dan Kiai Basar,” pungkasnya.(Red3/Seni&Budaya).

Editor : Ahmad Wachidin

TAG :,
Statistik Situs
  • Total halaman dikunjungi: 122,523