Sejak Diresmikan Pada 2019, Faskes Untuk Rawat ODGJ Di Brebes Belum Beroperasi

PUSKESMAS : Puskesmas ini telah diresmikan tahun 2019, gedung Puskesmas Kecipir Mampu Perawatan Jiwa dan Napza sampai sekaramg belum dioperasikan. (BeeNews.id/Zuhud)

BREBES – Sejak diresmikannya pada 2019 silam, fasilitas kesehatan (faskes) untuk merawat pasien jiwa di lingkungan Puskesmas Kecipir, Kecamatan Losari, Brebes hingga kini belum dioperasikan. Bangunan itu akan digunakan untuk menampung dan merawat pasien kategori ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa).

Faskes dengan nama Puskesmas Kecipir itu mampu merawat Jiwa dan Napza ini masuk lingkungan Puskesmas Kecipir Losari. Lokasinya berada di belakang bangunan Puskesmas induk.

Dibangun dengan menelan anggaran sekitar Rp. 3 miliar, Puskesmas Mampu Rawat Jiwa ini diresmikan oleh Bupati Brebes Idza Priyanti pada 2019 silam. Alih-alih dipakai merawat pasien jiwa, bangunan ini justru belum difungsikan sebagaimana mestinya.

Saban hari merupakan jenis pelayanan yang dibuka hanya rawat jalan bagi warga yang mengalami gangguan kejiwaan. Tujuan utama untuk merawat inap para ODGJ hingga hari ini masih belum dilakukan.

Kepala Perawat Puskesmas Kecipir Mampu Perawatan Jiwa dan Napza, Ratna Panji Astuti mengatakan faskes baru itu memiliki 10 kamar rawat inap yang terdiri dari 5 kamar untuk pasien laki-laki dan 5 kamar untuk pasien perempuan. Ditambah 2 kamar untuk pasien pecandu narkotika atau napza.

Namun, kamar-kamar ini sama sekali belum difungsikan dan dibiarkan kosong begitu saja, bahkan sarana dan prasarana pun tidak tersedia.

“Pelayanan yang sudah berjalan itu rawat jalan. Untuk pelayanan rawat inap, memang belum. Karena tidak ada sarana dan prasarananya,” ungkap Ratna ditemui di lokasi, Senin (19/12).

Saat diresmikan, gedung Puskesmas Kecipir Mampu Perawatan Jiwa dan Napza ini rencananya akan mulai beroperasi tahun 2021. Namun rencana itu gagal, pasalnya tak ada anggaran untuk melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Alasannya, anggaran yang telah diusulkan sejak tahun 2020 ini dicoret dan tidak masuk APBD Brebes.

“Tahun 2021 rencana operasional. Tahun 2020 sudah diusulkan tapi di-refocusing. Untuk beroperasi saat ini memang banyak kekurangan. Mulai dari SDM idealnya butuh 10 orang dan dokter jiwa dua orang. Setiap shift itu paling tidak dua orang,” katanya.

Selain SDM, sarana dan prasarana yang masih dibutuhkan adalah bed khusus pasien gangguan jiwa, teralis kamar pasien, seragam pasien, mebel, dan lainnya. Kemudian peralatan untuk menunjang pengobatan pasien kejiwaan dan napza, serta peralatan untuk melayani pasien HIV/AIDS.

Advertisements

Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Brebes, Imam Budi Santoso mengatakan Puskesmas ini belum beroperasi lantaran terkendala sarana dan prasarana. Untuk SDM, baik dokter jiwa dan perawat kejiwaan sudah terpenuhi. Para perawat juga sudah dilatih untuk menangani pasien jiwa.

“Sarana dan prasarana sedang kita usahakan. Memang membutuhkan cukup banyak dana. Kita akan pelan-pelan memperbaiki. Tahun ini saja kita bikin akses jalan menuju gedung tersebut, karena memang lokasinya di bekas rawa,” ungkapnya.

“Untuk peralatan sederhana di Puskesmas tersebut sudah terpenuhi. Namun perlengkapan dan peralatan untuk rawat jiwa harus memenuhi standar, termasuk ruang kamar perawatan juga harus memenuhi standar, seperti jerjak besi untuk kamar rawat. Juga harus ada pagar keliling, karena untuk merawat pasien gangguan jiwa tidak mungkin di tempat yang terbuka”, imbuhnya.

“Kita segera usahakan melalui Bankeu ataupun DAK. Dua tahun ini sudah kita usahakan, baik APBD Kabupaten, Provinsi maupun DAK Pusat, tapi dicoret karena refocusing. Tahun 2023 mudah-mudahan bisa karena COVID-19 sudah reda dan anggaran akan lebih longgar,” terang Imam.

Lebih lanjut, pembangunan faskes jiwa itu menelan anggaran Rp. 2,6 miliar dari APBD dan dana BLUD sebesar Rp. 486 juta. Faskes ini memang sangat dibutuhkan, mengingat jumlah warga kategori ODGJ tertinggi di Jawa Tengah. Data Dinkes Brebes menyebut jumlah ODGJ di Kabupaten Brebes sebanyak 2.547 jiwa. Sekitar 43 orang di antaranya dipasung.

“Memang sangat dibutuhkan, karena jumlah ODGJ mencapai 2547 dan tertinggi di Jawa Tengah,” pungkasnya.(Red3/Kesehatan).

Editor : Irene Indah

TAG :, , ,
Statistik Situs
  • Total halaman dikunjungi: 123,442