Juri : Paradoks, Pengin Lestarikan Bahasa, Kenapa Komunikasi Dengan Anak Pakai Bahasa Indonesia
BREBES – Pasangan keluarga muda saat ini, mayoritas saat berkomunikasi dengan anak-anaknya memakai Bahasa Indonesia. Sehingga harapan untuk melestarikan Bahasa Ibu atau Bahasa Daerah hanya angan-angan saja, karena telah berada diujung kepunahan dari kondisi riil yang paradoks.
Demikian disampaikan Deputi 4 Kantor Staf Presiden RI Juri Ardiantoro PhD saat sambutan Seminar dan Bedah Buku Puisi 17 Ngapak Kepenak Nemen (NKN) dalam 5 Bahasa di Pendopo Bupati Brebes, Sabtu (12/3).
Dalam seminar yang juga disiarkan secara hybrid, Juri yang juga Rektor UNUSIA Jakarta mengaku tidak ingin Bahasa Brebes yang berisi kearifan lokal dan rasa kasih sayang tidak punah. Meski demikian, Juri menyebut potensi kepunahan bahasa-bahasa lokal itu ada.
Juri mengusulkan, ada kurikulum muatan lokal Bahasa Brebesan di sekolah, tetapi perlu kajian dan kewenangan pada pemangku kebijakan, yakni Bupati. Buku karya Dr Uswadin, lanjutnya, mampu menjawab problema data Badan Pendidikan dan Kebudayaan Dunia yang menyebut dalam satu minggu, ada satu Bahasa Ibu yang punah, di dunia.
Pendidik dan Penulis Buku Puisi 17 NKN Dr Uswadin MPd menjelaskan, dirinya menulis buku tentang Brebes sebagai upaya menanamkan pendidikan karakter dan penguatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Melalui puisi yang berisikan sejarah, budaya, dan nilai-nilai tradisi, serta tempat wisata yang ada di kawasan Brebes dan sekitarnya. Buku ini juga dimaksudkan untuk turut membantu dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Disebutkan, buku yang berisi 17 puisi ini disajikan dalam lima bahasa yaitu Jawa Ngapak, Bahasa Sunda Brebesan, Bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Arab.
“Dengan menggunakan lima Bahasa, diharapkan buku ini tidak hanya bisa dinikmati masyarakat berbahasa Jawa Ngapak saja namun bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia,” katanya.
Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE MH berharap Seminar dan Bedah Buku ini dapat menambah khazanah literasi serta pengetahuan agar lebih mencintai bangsa serta daerahnya sendiri.
Menjunjung tinggi norma sosial, budaya, termasuk bahasa ibu yang merupakan identitas suatu daerah serta perekat nasional. Juga dapat menjadi satu refleksi besar bersama untuk senantiasa melakukan upaya-upaya pelestarian bahasa daerah atau bahasa ibu.
”Buku NKN mudah mudahan menjadi salah satu refleksi besar bersama untuk senantiasa melakukan upaya-upaya pelestarian bahasa daerah atau bahasa ibu. Berupaya dengan kesungguhan dan keteguhan untuk turut serta mempertahankan kekayaan bahasa daerah,” pungkasnya.
Kepada Uswadin pengarang puisi Brebesan Ngapak Kepenak Nemen (NKN) Bupati mengapresiasi karyanya. Puisi tersebut banyak menggambarkan keadaan dan suasana Kabupaten Brebes, mulai dari adat budaya, tempat wisata sampai kuliner khas.
Seminar menghadirkan Pemateri Budayawan Brebes Tegal dan Rumah Literasi Waskita Drs Atmo Tan Sidik, Budayawan, Dosen Pascasarjana UPS Tegal, Rektor Universitas Bhamada Slawi Kabupaten Tegal Dr Maufur dengan moderator dosen Universitas Pekalongan Dr Dina Nurmalisa.
Dijelaskan Uswadin, buku ini menggunakan puisi dengan lima bahasa, dengan bahasa Jawa Ngapak sebagai bahasa awalnya dikarang Dr Uswadin. Selanjutnya diterjemahkan dalam empat bahasa lainnya yakni Bahasa Indonesia oleh Uswadin dan Dra Legi Surawati, seorang guru PNS SMPN 38 di Jakarta, Bahasa Inggris diterjemahkan Amidi Ulani SPd seorang pendidik lulusan UNJ yang sekarang bertugas sebagai guru di SMP Labschool Jakarta.
Sedangkan Bahasa Sunda diterjemahkan oleh Kusen SPd alumnus Bahasa Inggris UNJ yang asli dan tinggal di Banjarharjo Brebes dengan tugas sebagi guru PNS di SDN Banjarharjo. Sedangkan untuk Bahasa Arab dibantu diterjemahkan KH Aminuddin Masyhudi Pengasuh Pondok Pesantren Darunnajah Pruwatan Bumiayu, Brebes.
Lanjut Uswadin, buku ini menggambarkan suasana Brebes dalam dinamika kehidupan dan perjalanan sejarahnya. Buku ini juga mengandung makna dari angka-angka jumlah puisi dan bahasanya, angka 17 mengingatkan kita akan momentum proklamasi serta jumlah rakaat dalam salat wajib seorang muslim dan 17 Ramadhan sebagai turunnya yaitu Al Quran.
Sedangkan angka 5 menunjukkan filosofi dasar negara dan rukun Islam, serta adanya Mo Lima, yaitu tidak melakukan perbuatan menyimpang. Lima yang terakhir menunjukkan buku ini juga dibuat berkat kolaborasi 5 orang.
(Red2/Umum)
Editor : Irene Indah