Asal – Usul Tombak Kyai Pleret
TEGAL – Pada jaman dulu kala, ada seorang tumenggung yang dikenal berwibawa dan disegani warga sekitar yang bernama tumenggung Wilatikta. Ia memimpin satu daerah di Jawa Timur. Ia memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan. Raden Sahid nama anak pertamanya, Rasa Wulan nama anak keduanya.
Dilansir dari beragam sumber, saat beranjak dewasa, kedua anaknya diminta untuk segera menikah. Keduanya tak berani menolak karena takut dan hormat pada sang ayah. Singkat cerita, Raden Sahid sangat gelisah karena terus memikirkan perintah ayahnya untuk segera menikah. Ia pun memutuskan pergi secara diam-diam karena tak mau dipaksa ayahnya.
Namun tidak ada seorangpun yang tahu kalau Raden Sahid pergi, kecuali Rasa Wulan, adiknya sendiri. Rasa Wulan yang juga merasakan hal yang sama memutuskan untuk mengikuti kakanya pergi dari rumah.
Ketika sang tumenggung menyadari kepergian anaknya, ia langsung memerintahkan seluruh bawahannya untuk mencari Raden Sahid dan Rasa Wulan. Sayangnya, upaya mereka semua tak membuahkan hasil.
Di sisi lain, Rasa Wulan yang berharap bisa bertemu kakaknya ternyata tak juga berjumpa. Akhirnya, Rasa Wulan bertapa ngidang di hutan Glagahwangi.
Di hutan itu ada danau bernama Sendhang Beji. Di tepi danau itu ada pohon yang besar dan rindang. Pada salah satu cabang yang menjorok tersebut ada seseorang yang sedang bertapa. Orang itu bernama Syekh Maulana Mahgribi.
Suatu hari, Rasa Wulan hendak mandi di sendhang Beji. Tanpa ia sadari kalau di sana ada keberadaan Syekh Maulana Maghribi. Ia pun segera melepaskan pakaiannya dan mandi di danau. Syekh Maulana Maghribi yang melihat keelokan tubuh Rasa Wulan meneteskan air mani ke danau tanpa sengaja.
Tiba-tiba saja, perut Rasa Wulan membesar. Mengetahui ada Syekh Maulana Maghribi berada di pohon pinggir danau, Rasa Wulan pun langsung menghampirinya dan meminta pertanggung jawaban padanya.
Syekh Maulana Maghribi mengelak. Bahkan, secara ajaib ia melepaskan kemaluannya dan menyingkapkan sarungnya sembari menunjukkan ke Rasa Wulan kalau ia bukan laki-laki. Tetapi, Rasa Wulan tak percaya begitu saja. Akhirnya, Syekh Maulana Maghribi mau bertanggung jawab menyanggupi untuk merawat bayi yang dikandung Rasa Wulan.
Setelah bayi itu lahir, bayi tersebut diberi nama Kidangtelangkas dan dirawat Syekh Maulana Maghribi hingga dewasa. Setelah bayinya lahir, bayi tersebut diberi nama Kidangtelangkas dan dirawat Syekh Maulana Maghribi hingga dewasa.
Sementara itu, kemaluan Syekh Maulana Maghribi yang sebelumnya telah dicabut secara ajaib berubah menjadi sebilah mata tombak. Tombak yang dinamai Kanjeng Kyai Pleret itu kemudian dijadikan sebagai sipat kandel (senjata andalan) raja-raja Jawa.
Tombak Kyai Pleret diwariskan secara turun temurun kepada raja-raja yang bertahta. Sekarang, tombak itu dianggap sebagai peninggalan senjata pustaka dari Kerajaan Mataram. (Red3/Seni & Budaya).
Editor : Irene Indah