Pemkot Gelar Seminar dan Lokakarya Terkait Restorasi Sungai
TEGAL – Pemerintah Kota Tegal melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tegal menggelar seminar dan lokakarya nasional “Prospek Implementasi Freshwater Health Index (FHI) Kota Berpori dan Restorasi Sungai Berbasis Alam di Indonesia” secara daring di Command Room Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tegal, Kamis (10/02).
Wali Kota Tegal H. Dedy Yon Supriyono melalui Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Tegal Ikrar Yuswan Apendi menyampaikan bahwa kegiatan lokakarya dan seminar merupakan wujud kepedulian terhadap persoalan-persoalan pembangunan di negeri ini.
‘’Disadari atau tidak, diakui atau tidak, sejatinya kita sudah terlalu lama mengesampingkan atau bahkan menelantarkan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sedemikian rupa sampai kondisinya sudah sangat kritis.’’ paparnya.
Lanjutnya, indikasinya terlihat dari penurunan kuantitas dan kualitas air Sungai Gung, penyempitan dan pendangkalan sungai yang ujungnya bermuara pada banjir dan kekeringan. Eskalasi banjir dan bencana iklim lainnya yang terjadi di wilayah Tegal dan sekitarnya pada satu dekade terakhir ini, tidak terlepas dari kekeliruan pengolaan DAS di masa lalu.
Ditambakan bahwa berbicara tentang pengelolaan DAS, segala sesuatunya adalah tidak jelas, belum ada kebijakan dan regulasi yang jelas mengenai DAS. Salah satu regulasi DAS yang ada adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 37/2012 tentang Pengelolaan DAS.
‘’PP ini tidak jelas melaksanakan undang-undang yang mana karena undang-undang tentang DAS tidak ada. Jika dimaksudkan bahwa PP No. 37/2012 untuk melaksanakan UU SDA No. 7/2004 pada saat itu, undang-undang tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi beserta semua peraturan turunannya.
Persoalan yang muncul kemudian adalah: Apakah PP No. 37/2012 ini masih layak dan tepat untuk dipakai? Di sisi lain, peraturan pemerintah (PP) tentang kualitas air juga memunculkan masalah tersendiri bagi pengelolaan DAS. PP No. 82/2001 tentang pengendalian kualitas dan pencemaran air yang sudah diperbarui dengan PP No. 22/2021 ternyata masih mengklasifikasikan kualitas air berdasarkan pemakaiannya, bukan berdasarkan atas parameter-parameter kualias airnya.
Kerancuan ini menyebabkan klasifikasi itu sama sekali tidak menggambarkan apakah airnya tercemar dan sehat untuk dipakai atau tidak.
Ketidakjelasan peraturan ini dapat mendorong pada lemahnya kebijakan, regulasi, dan pengelolaan DAS,’’ paparnya.
Dalam isi sambutan Wali Kota juga menyampaikan bahwa keadaan saat ini jelas tidak bisa dibiarkan berlarut-larut agar kondisi DAS Gung tidak semakin kritis. Pemerintah kabupaten/Kota perlu membuat kebijakan dan aksi intervensi untuk merestorasi degradasi dan penurunan daya dukung DAS sebagai suatu ekosistem dan bagian dari siklus hidrologis.
‘’Di sisi lain, pemerintah kabupaten/kota tidak mempunyai kewenangan untuk mengelola DAS dan hal ini berisiko bahwa upaya restorasi sungai menjadi tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada dasar hukumnya. Hal ini menjadi dilema yang harus dipecahkan karena kerusakan sungai di kota Tegal dengan segala akibatnya adalah nyata.’’ paparnya.
Sambungnya, akibat yang terjadi tiap tahun adalah banjir, kekeringan, dan bencana iklim lainnya, menyikapi hal itu perlu diupayakan strategi untuk menyiasati agar restorasi sungai tetap dapat dilaksanakan meskipun pemerintah kota Tegal tidak mempunyai kewenangan. Strategi yang dipilih adalah merancang kebijakan dan implementasi Kota Tegal Berpori sebagai langkah strategis untuk merestorasi sungai Gung.
Dalam seminar dan lokakarya tersebut menghadirkan tiga narasumber yakni Dr. Leo Eliasta,ST.MSc Kepala Sub Direktorat Perencanaan Teknis Ditektorat Sungai dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Prof. Dr. Ir. Suripin, M.Eng Dosen Teknik Sipil UNDIP Semarang, dan Dr.Lilin Budiati,SH,MM Dosen Sekolah Vokasi UNDIP Semarang.
(Red2/Pemerintahan)
Editor : Irene Indah