Sejarah Wingko Babat Khas Semarang Yang Ternyata Berasal Dari Lamongan Sejak 1898
SEMARANG – Sejarah wingko babat khas Semarang ternyata berasal dari Lamongan, Jawa Timur. Di Semarang, wingko babat baru dikenal sejak 1944. Sedangkan di tempat asalnya yaitu Kecamatan Babat, Lamongan, jajanan dari tepung ketan dan parutan kelapa ini dibuat sejak 1898.
Keberadaan Wingko Babat Kuliner Khas Semarang Tahun 1946-2019, jajanan wingko pertama kali dibuat oleh Loe Soe Siang dan istrinya Djoa Kiet Nio pada 1898. Keduanya perantau dari Tiongkok yang menetap di Babat, Lamongan.
Dalam jurnal karya Suwarti Dwi Sarwopeni dan Ufi Saraswati dari Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang itu disebutkan usaha Loe Soe Siang diteruskan dua anaknya yaitu Loe Lan Ing dan Loe Lan Hwa. Loe Lan Ing merupakan pewaris generasi ke dua usaha wingko babat di Babat Lamongan.
Sedangkan Loe Lan Hwa bersama suaminya The Ek Tjong (D Mulyono) dan dua anaknya mengungsi ke Semarang saat Babat dilanda huru-hara pada 1944, dampak dari kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.
Pada 1946, menurut jurnal yang diterbitkan dalam Journal of Indonesia History 10 (1) 2021 itu, Loe Lan Hwa mulai memproduksi wingko babat di Semarang. Selain dijual dari pintu ke pintu, jajanan itu juga dititipkan pada satu kios sederhana penjual makanan di Stasiun Tawang.
Lambat laun, wingko babat buatan Loe Lan Hwa mulai digemari hingga kini dikenal sebagai makanan khas Semarang.
Semula wingko babat olahan Loe Lan Hwa dan suaminya hanya dibungkus kertas tanpa merek. Setelah banyak pembeli yang bertanya, akhirnya wingko babat itu
diberi nama ‘Cap Spoor’.
Ide nama dan logo itu dari gambar sampul buku saran di gerbong restorasi atau kereta makan. Sebab, D Mulyono suami Loe Lan Hwa bekerja di bagian restorasi kereta
Seiring perkembangan Bahasa Indonesia, “Cap Spoor” kemudian diganti ‘Cap Kereta Api’ (brosur wingko babad cap kereta api, 2020).
Karena banyak pelanggannya yang bingung setelah muncul wingko babat buatan orang lain yang juga menggunakan merek bergambar kereta api, Loe Lan Hwa pun menambahkan nama D Mulyono d/h Loe Lan Siang (nama ayahnya) pada kertas pembungkusnya.
Pada 1958, D Mulyono mulai mendaftarkan merek dagang wingko buatannya. Karena beberapa kompetitor juga menggunakan merek kereta api, D Mulyono mengajukan somasi kepada para produsennya.
Sejak itulah muncul banyak wingko babat selain merek ‘Kereta Api’ di Semarang. Selain dititipkan ke kios-kios penjual makanan, wingko babat juga mulai dijual secara asongan.
Pada 1965, pusat perdagangan di Semarang bergeser dari kawasan Kota Lama, Pecinan, dan alun-alun di depan Masjid Kauman ke kawasan Simpang Lima yang baru dibangun. Jalan Pandanaran yang berada di antara Tugu Muda dan Simpang Lima mulai banyak berdiri toko oleh-oleh seperti Bandeng Juwana dan pedagang kaki lima.
Sejak Loe Lan Hwa dan suaminya membuka usaha pada 1946, wingko babat sampai sekarang lebih dikenal sebagai makanan khas Semarang daripada daerah asalnya di Kecamatan Babat, Lamongan. Produsen wingko babat kini juga tersebar di beberapa wilayah di Semarang.
Dikutip dari data Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, jurnal karya Suwarti DS dan Ufi S yang diterbitkan pada 2021 itu menyebutkan setidaknya ada 10 industri wingko babat yang telah terdaftar dalam UMKM Semarang. Berikut daftarnya.
- Wingko Babat Cap Kereta Api
- Wingko NN Meniko
- Wingko Cap Bus Gaya Baru
- Wingko Cap Lokomotif
- Wingko KM Mutiara
- Wingko Pak Moel
- Wingko Cap Pesawat Jet
- Wingko Dyriana
- Wingko Hj Wiwik, dan
- Wingko Pratama.
(Red3/Kuliner)
Editor : Irene Indah